Jumat, 25 Agustus 2017

Si DALANG CILIK dari kedungjati

Aksi DALANG CILIK sukses menghibur penonton.

Dalang cilik dari Kedungjati

Bagas Maulana Pratama putra dari Bpk.Nardi dan Ibu Dewi Puspita sari, siswa kelas 1 SD N 2 Kedungjati ini masih cukup belia memang, baru berusia 6th bocah asal kedungjati kabupaten grobogan ini sudah piawai memainkan wayang kulit, terbukti dalam acara "Malam Resepsi" dsn.Wonorejo Ds.Kedungjati semalam (23/08/17) sukses menghibur seluruh penonton.


DIACARA MALAM RESEPSI WONOREJO Kedungjati dihadiri Bpk. Kepala Desa Kedungjati dan masyarakat kedungjati si Dalang Cilik mulai unjuk kebolehan Memainkan wayang diiringi Grup hayuningrat pimpinan bp.Sudarto karanganyar.

Darah seni mengalir dari keluarganya, Bakat mendalang Bagas sudah terlihat sejak dini awalnya hanya menonton melalui CD. Sebagai bocah yang umumnya belum mengerti dunia perwayangan ini memang menjadi daya tarik sendiri untuk penonton, sontak membuat penonton terpukau melihat kemahiran dalang cilik dari kedungjati ini. Irena Gita Aryanti, salah seorang penonton yang menyaksikan aksinya begitu tekjub "gemes mas jadi pengen nyubit" ungkapnya.

Penonton menyaksikan penampilan dalang cilik

Sebelumnya dalang cilik ini juga sudah tampil dibeberapa daerah yg Pertama diKec.Tanggung Harjo saat usia 5th, lalu tegowanu, mranggen, juwangi, mlilir gubug, kedungjati.

Kepala desa menyerahkan wayang sebelum sidalang cilik tampil

Kepala desa Kedungjati "Agus Tri Winarno, SH" pun kagum dengan bakat yang dimiliki Bagas.
"Selamat kepada bagas yang memiliki bakat spesial, diusia belia 6th ini tidak banyak anak yang mempu melakukanya" ungkapnya.



Pengan tau seperti apa penampilanya ??
Lihat disini : 
https://m.youtube.com/watch?v=8b2GD8-n3K4

Rabu, 09 Agustus 2017

ADANYA MAKAM PAHLAWAN DI KEDUNGJATI


PERISTIWA HEROIK DI BUMI KEDUNGJATI
Dengan adanya tragedi heroik di bumi Kedungjati, maka terjadilan Taman Makam Pahlawan di Kedungjati.

Gapura Makam Pahlawan Kedungjati

Adapun untuk tragedi heroik tersebut, adalah terjadinya perang antara TNI bersama masyarakat Kedungjati sebagai pejuang, melawan Belanda yang ingin berkuasa kembali di bumi pertiwi ini.

Tentara Belanda yang membonceng tentara sekutu, datang ke kota-kota besar di tanah Jawa, melakukan penyerangan terhadap TNI dan para pejuang.

TNI yang baru saja terbentuk bersama para pejuang, melakukan perlawanan walau hanya menggunakan senjata yang sangat sederhana.

TNI dan para pejuang yang melakukan perlawanan sampai titik darah penghabisan. TNI dan para pejuang juga melakukan perlawanan dengan melakukan pencegatan terhadap tentara Belanda, yang berpatroli dari Ambarawa menuju Gubug.

Mereka ( pejuang ) menjadikan desa Kentengsari sebagai markas, dan jembatan Tuntang ( Branggah ) sebagai garis pertahanan depan.

Jembatan Branggah Tempo Dulu kontrusksi Kayu
By : Agung Wahyu Jatmiko

Walaupun sering mengalami kegagalan, Pencegatan terhadap patroli Belanda tanggal 6 September 1946, terjadilah peperangan. Dari pihak pejuang gugurlah Jokarso dan Sumantri, yang jenazahnya dimakamkan di sebelah Utara pasar Kedungjati. Pencegatan terhadap patroli Belanda masih terus dilakukan, dan setiap ada pejuang yang gugur dalam pertempuran, dimakamkan di sebelah Utara pasar Kedungjati.



Pada tanggal 29 Agustus 1948 Tentara Nasional Indonesia bersama para pejuang yang diperkuat Tentara Pelajar dari Solo, melakukan pencegatan di tikungan jalan sebelah selatan rel kereta api.

Rupa-rupanya ada kekeliruan informasi, karena yang lewat bukan patroli seperti biasanya, tetapi regu yang akan mengganti regu di Pos Penjagaan Gubug. Dan terjadilah peperangan, lagi-lagi karena kalah persenjataan, terpaksa mereka harus mundur dan kembali ke markasnya.

Akan tetapi tentara Belanda melakukan pengejaran dengan menggunakan kendaraan Jeep dan truk, sehingga lebih dahulu datang di pinggir jembatan Tuntang (branggah). Para pejuang terpaksa terjun ke sungai, untuk menyeberang menuju desa Kentengsari. Hal ini tentu saja menjadi sasaran empuk peluru tentara Belanda, sehingga menimbulkan luka dan korban jiwa pada pihak TNI dan para pejuang.

Setelah tentara Belanda meninggalkan jembatan, mereka yang selamat menyusuri pinggir sungai, untuk mencari temannya yang gugur dan hanyut. Akhirnya mereka berhasil menemukan jenazah Nasri dan Juremi, yang tersangkut di pinggiran sungai. Karena ada tentara Belanda yang berjaga di stasiun Kedungjati, maka dua jenazah pejuang tersebut dimakamkan di pinggir hutan dekat desa Padas.

Tentara Belanda akhirnya tahu, kalau desa Kentengsari menjadi markas TNI dan para pejuang. Oleh karena itu tentara Belanda sering melakukan operasi di desa tersebut, untuk mencari keberadaan TNI dan para pejuang. Akan tetapi bila ada operasi yang dilakukan tentara Belanda, mereka segera bersembunyi masuk ke hutan.

Untuk mencegah agar tentara Belanda tidak selalu datang ke desa Kentengsari, maka pada awal tahun 1949 jembatan Branggah yang pada saat itu masih menggunakan material kayu dihancurkan oleh TNI dan para pejuang, maksud penghancuran agar kendaraan tentara belanda tidak bisa menyebrang melalui jembatan.




Pada tahun 1950, Pemerintah Daerah Kabupaten Grobogan memerintahkan membuat Taman Makam Pahlawan, di daerah yang ada makam para pejuang yang gugur di medan perang.

Untuk daerah yang diperintahkan tersebut, antara lain Purwodadi, Wirosari, Gubug dan Kedungjati. Panitia Pembuat Taman Makam Pahlawan Kedungjati yang dipimpin pejabat Seten, menetapkan untuk letaknya berada di sebelah utara pasar Kedungjati. Adapun sebagai pertimbangan, karena disitu telah ada makam 12 pejuang yang gugur pada tahun 1946, 1947 dan 1948.

Pemugaran Taman makam pahlawan

Dalam pelaksanaan itu kerangka jenazah Nasri dan Juremi yang pada saat itu dimakamkan di desa Padas, digali dan dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kedungjati.

Untuk mengenang kalau di desa Padas pernah dimakamkan dua pejuang tersebut, maka dipertigaan desa padas didirikan tugu Pahlawan.


Tugu Padas

Namun sangat disayangkan sekali, ada satu makam pejuang di dukuh Kaliceret, tidak ikut dipindahkan ke Taman Pahlawan Kedungjati. Poro sepuh di pedukuhan tersebut menjelaskan, kalau itu benar makam seorang pejuang, yang gugur ketika ikut melakukan pencegatan terhadap patroli tentara Belanda di daerah Kaliceret.

Tidak diketahui apa alasannya, hingga sekarang pejuang yang gugur tersebut masih menyendiri di perbukitan Kaliceret, tanpa ada yang datang menabur bunga.

Berikut nama-nama pejuang yg di makamkan di makam pahlawan kedungjati.



Untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur, pada setiap malam 17 Agustus pukul 24.00 di Taman Makam Pahlawan Kedungjati rutin setiap tahunya diadakan upacara renungan malam, yang dihadiri oleh para pejabat muspika kwaran kedungjati, pelajar dan tokoh masyarakat setempat atau pun masyarakat umum.

Renungan Malam di Makam Pahlawan Kedungjati


Sumber : Mbah Hardono/Mbah Bedjo ( sejarawan grobogan )

Rabu, 02 Agustus 2017

MAKAM PAHLAWAN KEDUNGJATI - Grobogan

Makam Pahlawan Kedungjati

Adanya MAKAM PAHLAWAN KEDUNGJATI tak terlepas dari peristiwa Agresi Militer Belanda pertama pada tahun 1947. Kala itu pemerintah Belanda ingin kembali menguasai wilayah Indonesia yang ditinggal pergi Jepang lantaran kalah perang melawan sekutu.

Tentara Belanda masuk ke tanah Jawa melalui laut dengan membonceng pasukan sekutu. Mereka juga dikirim ke daerah Salatiga dan Ambarawa untuk memperkuat pertahanan. Tentara Belanda dari daerah Jepara dan Kudus, dikirim ke Salatiga dan Ambarawa melalui Kedungjati.

Mengetahui hal itu tentara Barisan Keamanan Rakyat (BKR) dari arah Boyolali kemudian sering melakukan pencegatan dan penyerangan di daerah Kedungjati. Tujuannya untuk mengusir tentara Belanda di wilayah tersebut. Keberanian tentara BKR memang sangat mengagumkan, mengingat anggotanya terdiri dari Tentara Pelajar (TP) yang masih sangat muda-muda dan berumur sekitar 16 sampai 18 tahun.

Para tentara BKR, menjadikan jembatan Tuntang ( Branggah ) sebagai basis pertahanan terdepan. Karena melihat persenjataan tentara Belanda yang lengkap, jembatan kayu yang melintang di sungai Tuntang dihancurkan dengan trek bom.

JEMBATAN BRANGGAH TEMPO DULU konstruksi KAYU
By : Agung Wahyu Jatmiko 

Maksud penghancuran jembatan tersebut, supaya truk pasukan tentara Belanda tidak bisa masuk dan menyerang pertahanan mereka di sebelah selatan sungai Tuntang.

Pada suatu ketika tentara BKR melakukan pencegatan, terhadap pasukan Belanda yang datang dari arah utara. Pencegatan di lakukan di Jembatan Turunan, yang akan masuk ke Desa Kedungjati.

Lantaran kalah persenjataan, tentara BKR terpaksa mundur ke Desa Kentengsari. Rupa-rupanya tentara Belanda melakukan pengejaran, hingga sampai di sebelah utara sungai Tuntang. Ada tentara BKR yang terlambat menyeberang, sehingga menjadi sasaran empuk peluru tentara Belanda. Banyak pejuang yang gugur di tempat tersebut. Jasadnya kemudian hanyut terbawa air Sungai Tuntang.

Setelah keadaan dirasa aman, tentara BKR yang selamat mencari teman-temannya yang gugur dan hanyut di sungai Tuntang. Dengan bantuan dari beberapa warga, mereka dapat menemukannya. Melihat situasi dalam peperangan belum kondusif, beberapa tentara BKR yang gugur dan berhasil ditemukan itu dimakamkan di pemakaman umum Desa Padas.

Sementara itu, para tentara BKR yang gugur di pinggir jalan utara pasar, dimakamkan oleh warga desa Kedungjati di sebelah barat pinggir jalan. Sekitar tahun 1950an, jenazah tentara BKR yang dimakamkan di desa Padas dipindah ke sebelah utara pasar Kedungjati.

Dengan adanya kebijaksanaan dari Pemerintah Kabupaten Grobogan, tempat makam para pejuang itu dijadikan TAMAN MAKAM PAHLAWAN KEDUNGJATI.

Makam Pahlawan Kedungjati

Demikian juga untuk warga desa Padas, yang ingin mengenang para pejuang yang pernah dimakamkan di desa Padas. Mereka mendirikan sebuah tugu, yang terletak di pertigaan desa Padas.
Tugu desa Padas

Berikut nama-nama pejuang yang dimakamkan di MAKAM PAHLAWAN KEDUNGJATI

Data nama pejuang yang dimakamkan di makam pahlawan kedungjati

Setiap malam 17 Agustus, di Taman Makam Pahlawan tersebut selalu dilaksanakan upacara renungan dimulai pukul 00:00 Wib. Acara ini rutin dilaksanakan setiap tahun.

Renungan malam di makam pahlawan kedungjati


Sumber/penulis : Kluyuran/Mbah Bedjo